Kebijakan Budaya Jepang di era 1930an
Dampaknya pada pembentukan persepsi
‘budaya Jepang’ di Indonesia
oleh: Dr. Susy Ong
kajianjepang@gmail.com
Majalah ‘Poedjangga Baroe’
•
Terbit
Juli 1933
•
Tujuan:
diskusi untuk mencari bentuk budaya ‘Indonesia’ (Indonesia merdeka di masa yang
akan datang)
•
Indonesia
Vs pra Indonesia
•
Mencari
referensi dari dunia luar (Eropa (Jerman – Decline of the West, karya Oswald Spengler –
pemicu debat bangkitnya ‘budaya Timur’ ), India (Tagore), Jepang, Cina, Filipina)
•
Kemiripan
dengan Charter Oath (五箇条のご誓文;ごかじょうのごせいもん)?
Charter
Oath, 1868
•
(1)
“Deliberative assemblies shall be established on an extensive scale, and all
governmental matters shall be determined by public discussion.”
•
(2) “All
classes, high and low, shall unite to carry out vigorously the plan of
government.”
•
(3)
“All classes shall be permitted to fulfill their just aspirations so that there
will be no discontent.”
•
(4)
“Evil customs of the past shall be discontinued, and new customs shall be based
on the just laws of nature.”
•
(5)
“Knowledge shall be sought throughout the world in order to promote the welfare
of the empire.”
artikel
tentang ‘budaya’ Jepang di Poedjangga Baroe
• Bushido
sebagai Dasar Pendidikan Bangsa (edisi Juli dan Agustus 1935)
• Kodo:
Tjita-tjita Djepoen tentang Soesoenan Masjarakat (Sept.1935)
• Keterangan
tentang Arti ‘Sentimentaliteit’ dalam Kesoesteraan Nippon (Des. 1935)
• Pergerakan
Keboedajaan Baroe di Nippon (Juli 1938)
Pemahaman
tentang ‘bushido’
• Semangat
Jepang hasil penyerapan semua peradaban dunia – Konfusianisme, ajaran Budha,
ajaran Kristen
• Sumber:
The Essence of Bushido, karya Soeshima Yasoroku
‘kodo’(Sept.
1935)
• Bansai
ikka (bansei ikke)
• Kontroversi
tenno kikan setsu (Minobe Tatsukichi)
• Showa
Ishin – anti marxisme, anti kapitalisme, anti demokrasi ala Barat
• ‘The
Kodo Principle and Present Economic Problems’ oleh Chikao Fujisawa, dalam
‘Cultural Nippon’ edisi Juni 1934
Arti ‘Sentimentaliteit’ dalam Kesoesteraan
Nippon (des. 1935)
•
‘Literatuur Barat ialah literatuur kemanoesiaan,
literatuur Nippon dan barangkali seloeroeh doenia Timur dalam oemoemnja pertama
mementingkan literatuur filsafat dan agama. Boekankah hal ini boleh mendjadi
tauladan bagi ‘Poedjangga Baroe’ untuk mengobah dan membaharoei sifat
kesoesasteraan kita…?’
•
‘Definition of the Sentimentality in Japanese
Classics’, oleh Saisho Fumiko, dalam ‘Cultural Nippon’ edisi Oktober 1935
pergerakan
kebudayaan baru di Nippon (Juli 1938)
•
‘Semendjak Djepang mengoendoerkan diri dari
Volkenbond, pengandjoer kebangsaan nampak benar beroesaha membangoenkan
keboedajaan baroe. Perkoempoelan keboedajaan jang telah ada semoea diatoer dan
diperkoeat; …ada djoega madjallah keboedajaan jang disiarkan ke seloeroeh
doenia, ditoelis dengan setjara ilmoe pengetahoean, dengan maksoed soepaja
orang diseloeroeh doenia tahoe, bahwa Djepang patoet djoega toeroet memperkaja
keboedajaan doenia. Perkataan Japan diganti Nippon. …
individualisme…kapitalisme…Marxisme…demokrasi yang berlebih-lebihan…sekalian
itoe bertentangan dengan asas ho-djin (persatoean tanah dan orang) dan
sai-sei-ittji (persatoean etik dan politik) yang mendjadi alas hidoep ra’jat,
masjarakat dan pemerintah Jepang
•
Kokoesai Boenka Shinko Kai (perkumpulan oentoek
perhoeboengan keboedajaan internasional) dan Nippon Boenka Renmei (perserikatan
keboedajaan Djepang)…membentuk keboedajaan Djepang disesoeaikan dengan
asas-asas ho-djin
•
‘A New Trend in the Contemporary Cultural Movement of
Japan’ dalam ‘Cultural Nippon’ edisi Maret 1938 (vol. VI no. 1)
Kebijakan
budaya di Jepang di era 1930an
•
Awal 1930an: resesi, gerakan sosialisme, invasi
militer Jepang ke Manchuria memicu bentrok kepentingan dengan negara-negara
Eropa dan AS, keluarnya Jepang dari keanggotaan PBB
•
Dirasakan perlu kebijakan untuk ‘membangun budaya
Jepang’ sebagai penangkis ideologi sosialisme, sekaligus menarik simpatik dunia
Barat
•
1934, KBS (Kokusai Bunka Shinkokai), atas inisiatif
mantan wakil Jepang di Liga Bangsa-bangsa, dukungan dana dari kemenlu.
•
1933, Nippon Bunka Renmei (Nippon Cultural
Federation),atas inisiatif Matsumoto Manabu, mantan kepala biro kepolisian pada
kemendag; dukungan dana dari dunia usaha.
Makna
strategis kebijakan budaya nasional
• Membangun
kesadaran nasional dan sentimen nasionalisme – kedekatan pengambil kebijakan
budaya Jepang dengan penggagas kebudayaan Indonesia dalam ‘Poedjangga Baroe’
• Penciptaan
‘budaya nasional’ sebagai strategi menciptakan kekuatan kohesif ke dalam
(domestik) dan pencitraan negara di dunia internasional
Tidak ada komentar:
Posting Komentar